(Arrahmah.com) – Kehidupan manusia pada zaman modern
ini sarat dengan beragam macam resiko dan bahaya. Dan manusia sendiri tidak
mengetahui apa yang akan terjadi esok hari dan dimana dia akan meninggal dunia.
Resiko yang mengancam manusia sangatlah beragam, mulai dari kecelakaan
transportasi udara, kapal, hingga angkutan darat. Manusia juga menghadapi
kecelakaan kerja, kebakaran, perampokan, pencurian, terkena penyakit, bahkan
kematian itu sendiri.
Untuk menanggulangi
itu semua, manusia berinisiatif untuk membuat suatu transaksi yang bisa
menjamin diri dan hartanya, yang kemudian dikenal dengan istilah asuransi.
Asuransi ini termasuk muamalat kontemporer yang belum ada pada zaman nabi
Muhammad saw. Oleh karena itu, perlu ada penjelasan tentang hukumnya di dalam
Islam
Pengertian
Asuransi
Asuransi berasal dari
kata assurantie dalam bahasa Belanda, atau assurance dalam
bahasa perancis, atau assurance/insurance dalam bahasa
Inggris. Assurance berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi, sedang
Insurance berarti menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi.
Menurut sebagian ahli
asuransi berasal dari bahasa Yunani, yaitu assecurare yang
berarti menyakinkan orang.
Di dalam bahasa Arab
asuransi dikenal dengan istilah : at Takaful, atau at
Tadhamun yang berarti : saling menanggung. Asuransi ini disebut juga
dengan istilah at-Ta'min, berasal dari kata amina, yang
berarti aman, tentram, dan tenang. Lawannya adalah al-khouf, yang
berarti takut dan khawatir. ( al Fayumi, al Misbah al Munir, hlm : 21 )
Dinamakan at Ta'min, karena orang yang melakukan transaksi ini (khususnya
para peserta ) telah merasa aman dan tidak terlalu takut terhadap bahaya yang
akan menimpanya dengan adanya transaksi ini.
Adapun asuransi menurut terminologi sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992:
" Asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi
untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan "
Macam-macam
Asuransi
Para ahli berbeda
pendapat di dalam menyebutkan jenis-jenis asuransi, karena masing-masing
melihat dari aspek tertentu. Oleh karenanya, dalam tulisan ini akan disebutkan
jenis-jenis asuransi ditinjau dari berbagai aspek, baik dari aspek peserta,
pertanggungan, maupun dari aspek sistem yang digunakan :
I.
Asuransi ditinjau dari aspek peserta,
maka dibagi menjadi :
1.
Asuransi Pribadi ( Ta'min Fardi ) : yaitu asuransi yang dilakukan oleh
seseorang untuk menjamin dari bahaya tertentu. Asuransi ini mencakup hampir
seluruh bentuk asuransi, selain asuransi sosial
2.
Asuransi Sosial ( Ta'min Ijtima'i ) , yaitu asuransi (
jaminan ) yang diberikan kepada komunitas tertentu, seperti pegawai negri
sipil ( PNS ), anggota ABRI, orang-orang yang sudah pensiun, orang-orang yang
tidak mampu dan lain-lainnya. Asuransi ini biasanya diselenggarakan oleh
pemerintah dan bersifat mengikat, seperti Asuransi Kesehatan ( Askes ),
Asuransi Pensiunan dan Hari Tua ( PT Taspen ), Astek ( Asuransi Sosial Tenaga
Kerja ) yang kemudian berubah menjadi Jamsostek ( Jaminan Sosial Tenaga Kerja),
Asabri ( Asuransi Sosial khusus ABRI ), asuransi kendaraan, asuransi
pendidikan dan lain-lain.
Catatan : Asuransi
Pendidikan adalah suatu jenis asuransi yang memberikan kepastian /
jaminan dana yang akan digunakan untuk biaya pendidikan kelak. Asuransi
Pendidikan ini mempunyai dua unsur yaitu Investasi dan Proteksi. Investasi
bertujuan untuk menciptakan sejumlah dana / nilai tunai agar mampu mengalahkan
laju inflasi, sehingga dana atau nilai tunai yang tercipta bisa dipakai untuk
keperluan dana pendidikan.
Proteksi mempunyai
tujuan memberikan proteksi kesehatan pada diri Anak atau peserta utama atau
tertanggung utama, sehingga apabila terjadi resiko (sakit) maka asuransi ini
yang akan memberikan santunan, tanpa mengurangi dana yang telah diinvestasikan
dalam asuransi pendidikan ini. Dengan adanya proteksi yang diberikan ini maka
dana yang sudah diinvestasikan tidak akan terganggu karena terjadi suatu
resiko.
Selain Proteksi terhadap kesehatan anak, asuransi ini juga memberikan fasilitas berinvestasi, ketika orang tua (penabung) mengalami resiko, yang selanjutnya pihak perusahaan akan mengambil alih untuk menabungkan ke rekening anak di rekening asuransi pendidikan ini sampai anak dewasa. Jadi dengan adanya proteksi ini maka kepastian dana untuk pendidikan senantiasa tersedia saat dibutuhkan.
Selain Proteksi terhadap kesehatan anak, asuransi ini juga memberikan fasilitas berinvestasi, ketika orang tua (penabung) mengalami resiko, yang selanjutnya pihak perusahaan akan mengambil alih untuk menabungkan ke rekening anak di rekening asuransi pendidikan ini sampai anak dewasa. Jadi dengan adanya proteksi ini maka kepastian dana untuk pendidikan senantiasa tersedia saat dibutuhkan.
II.
Asuransi ditinjau dari bentuknya.
Asuransi ditinjau
dari bentuknya dibagi menjadi dua :
1.
Asuransi Takaful atau Ta'awun. ( at Ta'min at Ta'awuni )
2.
Asuransi Niaga ( at Ta'min at Tijari ) ini mencakup : asuransi
kerugian dan asuransi jiwa.
III.
Asuransi ditinjau dari aspek pertanggungan atau obyek yang dipertanggungkan
Jenis-jenis asuran
ditinjau dari aspek pertanggungan adalah sebagai berikut :
Pertama :
Asuransi Umum atau Asuransi Kerugian ( Ta'min al Adhrar )
Asuransi Umum atau Asuransi Kerugian ( Ta'min al Adhrar )
Asuransi Kerugian
adalah asuransi yang memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang menderita
kerugian barang atau benda miliknya, kerugian mana terjadi karena bencana atau
bahaya terhadap mana pertanggungan ini diadakan, baik kerugian itu berupa:
Kehilangan nilai pakai atau kekurangan nilainya atau kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung.
Kehilangan nilai pakai atau kekurangan nilainya atau kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung.
Penanggung tidak
harus membayar ganti rugi kepada tertanggung kalau selama jangka waktu
perjanjian obyek pertanggungan tidak mengalami bencana atau bahaya yang
dipertanggungkan.
Kedua :
Asuransi Jiwa. ( Ta'min al Askhas )
Asuransi jiwa adalah
sebuah janji dari perusahaan asuransi kepada nasabahnya bahwa apabila si
nasabah mengalami risiko kematian dalam hidupnya, maka perusahaan asuransi akan
memberikan santunan dengan jumlah tertentu kepada ahli waris dari nasabah
tersebut.
Asuransi jiwa biasanya mempunyai tiga bentuk
1.
Term assurance (Asuransi Berjangka)
Term assurance adalah
bentuk dasar dari asuransi jiwa, yaitu polis yang menyediakan jaminan terhadap
risiko meninggal dunia dalam periode
waktu tertentu.
Contoh Asuransi Berjangka (Term Insurance) :
- Usia Tertanggung 30 tahun
- Masa Kontrak 1 tahun
- Rate Premi (misal) : 5 permill/tahun dari Uang Pertanggungan
- Uang Pertanggungan : Rp. 100 Juta
- Premi Tahunan yang harus dibayar : 5/1000 x 100.000.000 = Rp. 500.000
- Yang ditunjuk sebagai penerima UP : Istri (50%) dan anak pertama (50%)
Bila tertanggung
meninggal dunia dalam masa kontrak, maka perusahaan Asuransi sebagai penanggung
akan membayar uang Pertanggungan sebesar 100 juta kepada yang ditunjuk.
2.
Whole Life Assurance (Asuransi Jiwa Seumur Hidup)
Merupakan tipe lain
dari asuransi jiwa yang akan membayar sejumlah uang pertanggungan ketika
tertanggung meninggal dunia kapan pun. Merupakan polis permanen yang tidak
dibatasi tanggal berakhirnya polis seperti pada term assurance. Karena klaim
pasti akan terjadi maka premium akan lebih mahal dibanding premi term assurance
dimana klaim hanya mungkin terjadi. Polis whole life merupakan polis substantif
dan sering digunakan sebagai proteksi dalam pinjaman.
3.
Endowment Assurance (Asuransi Dwiguna)
Pada tipe ini, jumlah
uang pertanggungan akan dibayarkan pada tanggal akhir kontrak yang telah
ditetapkan.
Contoh Asuransi
Dwiguna Berjangka (Kombinasi Term & Endowment)
- Usia Tertanggung 30 tahun
- Masa Kontrak 10 tahun
- Rate Premi (misal) : 85 permill/tahun dari Uang Pertanggungan
- Uang Pertanggungan : Rp. 100 Juta
- Premi yang harus dibayar : 85/1000 x 100.000.000 = Rp. 8.500.000,-
- Yang ditunjuk sebagai penerima UP : Istri (50%) dan anak pertama (50%)
1.Bila
tertanggung meninggal dunia dalam masa kontrak, maka perusahaan Asuransi
sebagai penanggung akan membayar uang Pertanggungan sebesar 100 juta kepada
yang ditunjuk.
2.Bila
tertanggung hidup sampai akhir kontrak, maka tertanggung akan menerima uang
pertanggungan sebesar 100 juta
IV.
Asuransi ditinjau dari sistem yang digunakan.
Asuransi ditinjau
dari sistem yang digunakan, maka menjadi :
1.
Asuransi Konvensional
2.
Asuransi Syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi
ketentuan Syariah, tolong menolongsecara mutual yang melibatkan peserta dan
operator.
Hukum
Asuransi
Hukum Asuransi
menurut Islam berbeda antara satu jenis dengan lainnya, adapun rinciannya
sebagai berikut :
Pertama
: Ansuransi Ta'awun
Untuk asuransi
ta'awun dibolehkan di dalam Islam, alasan-alasannya sebagai berikut
- Asuransi Ta'awun termasuk akad tabarru' (sumbangan suka rela) yang bertujuan untuk saling bekersama di dalam mengadapi marabahaya, dan ikut andil di dalam memikul tanggung jawab ketika terjadi bencana. Caranya adalah bahwa beberapa orang menyumbang sejumlah uang yang dialokasikan untuk kompensasi untuk orang yang terkena kerugian. Kelompok asuransi ta'awun ini tidak bertujuan komersil maupun mencari keuntungan dari harta orang lain, tetapi hanya bertujuan untuk meringankan ancaman bahaya yang akan menimpa mereka, dan berkersama di dalam menghadapinya.
- Asuransi Ta'awun ini bebas dari riba, baik riba fadhal, maupun riba nasi'ah, karena memang akadnya tidak ada unsure riba dan premi yang dikumpulkan anggota tidak diinvestasikan pada lembaga yang berbau riba.
- Ketidaktahuaan para peserta asuransi mengenai kepastian jumlah santunan yang akan diterima bukanlah sesuatu yang berpengaruh, karena pada hakekatnya mereka adalah para donatur, sehingga di sini tidak mengandung unsur spekulasi, ketidakjelasan dan perjudian.
- Adanya beberapa peserta asuransi atau perwakilannya yang menginvestasikan dana yang dikumpulkan para peserta untuk mewujudkan tujuan dari dibentuknya asuransi ini, baik secara sukarela, maupun dengan gaji tertentu.
Kedua
: Asuransi Sosial
Begitu juga asuransi
sosial hukumnya adalah diperbolehkan dengan alasan sebagai berikut :
- Asuransi sosial ini tidak termasuk akad mu'awadlah ( jual beli ), tetapi merupakan kerjasama untuk saling membantu.
- Asuransi sosial ini biasanya diselenggarakan oleh Pemerintah. Adapun uang yang dibayarkan anggota dianggap sebagai pajak atau iuran, yang kemudian akan diinvestasikan Pemerintah untuk menanggulangi bencana, musibah, ketika menderita sakit ataupun bantuan di masa pensiun dan hari tua dan sejenisnya, yang sebenarnya itu adalah tugas dan kewajiban Pemerintah. Maka dalam akad seperti ini tidak ada unsur riba dan perjudian.
Ketiga
: Asuransi Bisnis atau Niaga
Adapun untuk Asuransi
Niaga maka hukumnya haram. Adapun dalil-dalil diharamkannya Asuransi Niaga (
Bisnis ), antara lain sebagai berikut
Pertama:
Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk dalam akad perjanjian kompensasi keuangan yang bersifat spekulatif, dan karenanya mengandung unsur gharar yang kentara. Karena pihak peserta pada saat akad tidak mengetahui secara pasti jumlah uang yang akan dia berikan dan yang akan dia terima.
Karena bisa jadi, setelah sekali atau dua kali membayar iuran, terjadi kecelakaan sehingga ia berhak mendapatkan jatah yang dijanjikan oleh pihak perusahaan asuransi. Namun terkadang tidak pernah terjadi kecelakaan, sehingga ia membayar seluruh jumlah iuran, namun tidak mendapatkan apa-apa. Demikian juga pihak perusahaan asuransi tidak bisa menetapkan jumlah yang akan diberikan dan yang akan diterima dari setiap akad secara terpisah. Dalam hal ini, terdapat hadits Abu Hurairah ra, bahwasanya ia berkata :
َ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
"
Rasulullah saw melarang jual beli dengan cara hashah (yaitu: jual beli dengan
melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur penipuan." ( HR Muslim, no : 2787 )
Kedua:
Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk bentuk perjudian ( gambling ), karena mengandung unsur mukhatarah ( spekulasi pengambilan resiko ) dalam kompensasi uang, juga mengandung ( al ghurm ) merugikan satu pihak tanpa ada kesalahan dan tanpa sebab, dan mengandung unsur pengambilan keuntungan tanpa imbalan atau dengan imbalan yang tidak seimbang.
Karena pihak peserta ( penerima asuransi ) terkadang baru membayar sekali iuran asuransi, kemudian terjadi kecelakaan, maka pihak perusahaan terpaksa menanggung kerugian karena harus membayar jumlah total asuransi tanpa imbalan. Sebaliknya pula, bisa jadi tidak ada kecelakaan sama sekali, sehingga pihak perusahaan mengambil keuntungan dari seluruh premi yang dibayarkan seluruh peserta secara gratis. Jika terjadi ketidakjelasan seperti ini, maka akad seperti ini termasuk bentuk perjudian yang dilarang oleh Allah swt, sebagaimana di dalam firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا
الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ
الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib de-ngan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan." (
QS. Al-Maidah: 90).
Ketiga:
Perjanjian Asuransi Bisnis itu mengandung unsur riba fadhal dan riba nasi'ah sekaligus. Karena kalau perusahaan asuransi membayar konpensasi kepada pihak peserta (penerima jasa asuransi) , atau kepada ahli warisnya melebihi dari jumlah uang yang telah mereka setorkan, berarti itu riba fadhal. Jika pihak perusahaan membayarkan uang asuransi itu setelah beberapa waktu, maka hal itu termasuk riba nasi'ah.
Jika pihak perusahaan asuransi hanya membayarkan kepada pihak nasabah sebesar yang dia setorkan saja, berarti itu hanya riba nasi'ah. Dan kedua jenis riba tersebut telah diharamkan berdasarkan nash dan ijma' para ulama.
Perjanjian Asuransi Bisnis itu mengandung unsur riba fadhal dan riba nasi'ah sekaligus. Karena kalau perusahaan asuransi membayar konpensasi kepada pihak peserta (penerima jasa asuransi) , atau kepada ahli warisnya melebihi dari jumlah uang yang telah mereka setorkan, berarti itu riba fadhal. Jika pihak perusahaan membayarkan uang asuransi itu setelah beberapa waktu, maka hal itu termasuk riba nasi'ah.
Jika pihak perusahaan asuransi hanya membayarkan kepada pihak nasabah sebesar yang dia setorkan saja, berarti itu hanya riba nasi'ah. Dan kedua jenis riba tersebut telah diharamkan berdasarkan nash dan ijma' para ulama.
Keempat:
Akad Asuransi Bisnis juga mengandung unsur rihan ( taruhan ) yang diharamkan. Karena mengandung unsur ketidakpastian, penipuan, serta perjudian. Syariat tidak membolehkan taruhan kecuali apabila menguntungkan Islam, dan mengangkat syiarnya dengan hujjah dan senjata. Nabi saw telah memberikan keringanan pada taruhan ini secara terbatas pada tiga hal saja, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah ra, bahwasnya Rasulullah saw bersabda :
لَا سَبَقَ إِلَّا فِي خُفٍّ أَوْ فِي حَافِرٍ
أَوْ نَصْلٍ
" Tidak ada perlombaan
kecuali dalam hewan yang bertapak kaki ( unta ), atau yang berkuku ( kuda
), serta memanah." ( Hadits Shahih Riwayat Abu Daud, no : 2210
)
Asuransi tidak
termasuk dalam kategori tersebut, bahkan tidak mirip sama sekali, sehingga
diharamkan.
Kelima:
Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk mengambil harta orang tanpa imbalan. Mengambil harta tanpa imbalan dalam semua bentuk perniagaan itu diharamkan, karena termasuk yang dilarang dalam firman Allah:
Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk mengambil harta orang tanpa imbalan. Mengambil harta tanpa imbalan dalam semua bentuk perniagaan itu diharamkan, karena termasuk yang dilarang dalam firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ
أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ
مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS.An-Nisa': 29).
Keenam:
Perjanjian Asuransi Bisnis itu mengandung unsur mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh syara'. Karena pihak perusahaan asuransi tidak pernah menciptakan bahaya dan tidak pernah menjadi penyebab terjadinya bahaya. Yang ada hanya sekedar bentuk perjanjian kepada pihak peserta penerima asuransi, bahwa perusahaan akan bertanggungjawab terhadap bahaya yang kemungkinan akan terjadi, sebagai imbalan dari sejumlah uang yang dibayarkan oleh pihak peserta penerima jasa asuransi. Padahal di sini pihak perusahaan asuransi tidak melakukan satu pekerjaan apapun untuk pihak penerima jasa, maka perbuatan itu jelas haram.
Perbedaan Asuransi
Syariah dan Konvensional.
Adapun perbedaan
antara keduanya adalah sebagai berikut :
- Dari Sisi Prinsip Dasar
Asuransi
Konvensional dan Asuransi Syariah kedua- duanya bertugas untuk mengelola dan
menanggulangi risiko, hanya saja di dalam Asuransi Syariah konsep
pengelolaannya dilakukan dengan menggunakan pola saling menanggung risiko
antara pengelola dan peserta( risk sharing ) atau disebut dengan at takaful dan
at tadhamun. Sedang dalam Asuransi Konvensional pola kerjanya adalah
memindahkan risiko dari nasabah ( peserta ) kepada perusahaan ( pengelola ),
yang disebut dengan risk transfer. Sehingga resiko yang mengenai peserta akan
ditanggung secara penuh oleh pengelola.
- Dari Sisi Akad
Pada
bagian tertentu ausransi syariah akadnya adalah tabarru' ( sumbangan
kemanusiaan ) dan ta'awun ( tolong menolong ), serta akad wakalah dan
mudharabah ( bagi hasil ). Sedangkan pada asuransi konvensional, akadnya adalah
jual beli yang bersifat al gharar ( spekulatif ).
- Dari Sisi Kepimilikan Dana
Di
dalam Asuransi Konvensional dana yang dibayarkan nasabah kepada perusahaan (
premi ) menjadi menjadi milik perusahaan secara penuh, khususnya jika peserta
tidak melakukan klaim apapun selama masa asuransi. Sedangkan di dalam Asuransi
Syariah dana tersebut masih menjadi milik peserta, setelah dikurangi pembiayaan
dan fee ( ujrah ) perusahaan. Karena di dalam Asuransi Syariah, perusahaan
hanya sebagai pemegang amanah ( wakil ) yang digaji oleh peserta, atau yang
sering disebut dengan istilah al Wakalah bi al Ajri. Bisa juga
perusahaan sebgai pengelola dana ( mudharib ) dalam akad mudharabah ( bagi
hasil ). Bahkan ada perusahaan yang mengembalikan underwriting surplus
pengelolaan dana tabarru'nya kepada peserta selama tidak ada klaim pada masa
asuransi. Ataupun perusahaan sebagai pengelola dana.
- Dari sisi obyek
Asuransi
Syariah hanya membatasi pengelolaannya pada obyek-obyek asuransi yang halal dan
tidak mengandung syubhat. Oleh karenanya tidak boleh menjadikan obyeknya pada
hal-hal yang haram atau syubhat, seperti gedung-gedung yang digunakan untuk
maksiat, atau pabrik-pabrik minuman keras dan rokok, bahkan juga hotel-hotel
yang tidak syariah. Adapun Asuransi Konvensional tidak membedakan obyek
yang haram atau halal, yang penting mendatangkan keuntungan.
- Dari Sisi Investasi Dana.
Dana
dari kumpulan premi dari peserta selama belum dipakai, oleh perusahaan asuransi
syariah diinvestasikan pada lembaga keuangaaan yang berbasis syariah atau pada
proyek-proyek yang halal yang didasarkan pada sistem upah atau bagi hasil.
Adapun asuransi konvensional pengelolaan investasinya pada sistem bunga yang
banyak mengandung riba dan spekulatif ( gharar ).
- Dari Sisi Pembayaran Klaim.
Pada
asuransi syariah pembayaran klaim diambilkan dari rekening tabarru' ( dana
sosial ) dari seluruh peserta, yang sejak awal diniatkan untuk diinfakkan untuk
kepentingan saling tolong menolong bila terjadi musibah pada sebagian atau
seluruh peserta. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambil
dari dana perusahaan karena sejak awal perjanjian bahwa seluruh premi menjadi
milik perusahaan dan jika terjadi klaim, maka secara otomatis menjadi
pengeluaraan perusahaan.
- Dari Sisi Pengawasan.
Dalam
asuransi syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah ( DPS ), sesuatu yang tidak di
dapatkan pada asuransi konvensional.
- Dari sisi dana zakat, infaq dan sadaqah.
Dalam
asuransi syariah ada kewajiban untuk mengeluarkan zakat sebagaimana ketentuan
syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional tidak dikenal istilah zakat.
Perkembangan
Asuransi di Indonesia
Asuransi Jiwa
Konvensional pertama kali di Indonesia adalah NILIMIJ yang didirikan oleh
pemerintah Belanda pada tahun 1859 M, kemudian pada tahun 1912 orang-orang
pribumi Indoensia mendirikan OL-Mij yang pada hakekatnya hanyalah pengembangan
dari NILIMIJ di atas. Ol-Mij ini akhirnya menjelman menjadi PT Asuransi
Jiwa Bersama Bumi Putra. Sejak itu, maka asuransi-asuransi
konvensional berkembang pesat hingga tahun 2005 telah tercatat
sebanyak 157 perusahaan.Laju pertumbuhannya ( 1 % ) setiap tahunnya. Diantara
asuransi jiwa yang ada adalah : American International Group Lippo ( Aig Lippo
), Asuransi Jiwa Eka Life, Asuransi Jiwa Indolife Pensiontama, Asuransi Jiwa
Metlife Sejahtera, Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, PT. Asuransi Jiwasraya.
Adapun asuransi
Syariah pertama kali di Indonesia baru muncul pada 24 Pebruari tahun 1994,
yaitu Syarikat Takaful. Walaupun begitu, perkembangan asuransi Syariat jauh
lebih pesat dari asuransi konvensional, ,karena sampai tahun 2005 telah
tercatat 29 perusahaan, sehingga laju pertumbuhannya hingga ( 8 % ) dalam satu
tahun. Bahkan kini menjadi 34 perusahaaan lebih.
Rata-rata asuransi
Syariah yang disebut di atas, adalah jelmaan dari asuransi konvensional yang
berpindah menjadi asuransi Syariat secara total atau memiliki dual programme,
yaitu menjual produk-produk konvensional dan syariat dalam satu waktu .
Yang benar-benar sejak awal didirikan menyatakan diri sebagai asuransi syariah
adalah PT Asuransi Takaful Keluarga yang berdiri pada 4 Agustus 1994.
Contoh-contoh lain dari perusahaan asuransi syariah adalah PT
Asuransi Al Mubarakah yang berdiri pada tahun 1997 dan PT MAALife Assurance,
adapun perusahaan asuransi konvensional yang mempunyai produk syariah adalah :
PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, PT Asuransi Jiwa Sinar Mas.*
Catatan :
[1] DR, Syekh Husain bin Muhammad al
Malah, Al fatwa Nasyatuha wa Tathuwuruha, Hal. 909
[4] Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum
Syariah dalam Praktik, hal : 2
[5] Keputusan Majma' Fiqh al Islami,
pada pertemuan pertamanya yang diadakan pada tanggal 10 – 17 Sya'ban 1398 H di
pusat Rabithah al-Alam al-Islami, Makkah al-Mukarramah, dan Keputusan
Hai'ah Kibaril Ulama di Kerajaan Saudi Arabia pada pertemuan ke sepuluh di kota
Riyadh tanggal 4/4/1397 H, dengan SK nomor 51. Begitu juga keputusan Muktamar
Majma' al Buhuts al Islamiyah di Kairo, tahuan 1392/ 1972.
[6] Prof. Dr. Husain Husain Sahatah,
Asuransi Dalam Prespektif Syariah, Hal. 9- 12 Majma' Fiqh al Islami, pada
pertemuan per-tamanya yang diadakan pada tanggal 10 Sya'ban 1398 M di Makkah
al-Mukarramah di pusat Rabithah al-Alam al-Islami Majelis Kibaril Ulama di
Kerajaan Saudi Arabia pada pertemuan ke sepu-luh di kota Riyadh tanggal 4/4/97
M, dengan SK nomor 55,
[7] Prof. Dr. Drs. M. Amin Summa, SH, MA,
MM, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, Hal 60-65, Prof. Dr. Husain
Husain Sahatah, Asuransi Dalam Prespektif Syariah, Hal. 163, Muhaimin Iqbal,
Asuransi Umum Syariah dalam Praktik, hal : 2-5
[8] Prof. Dr. Drs. M. Amin Summa, SH, MA,
MM, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, Hal 69-73
Penulis:
DR. Ahmad Zain An-Najah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar